Gais, pernah nggak sih kalian ngerasa udah kirim lamaran kerja kemana-mana, tapi kok ya nggak ada panggilan sama sekali? Atau malah udah dipanggil interview, tapi ujung-ujungnya 'maaf, Anda belum beruntung'? Duh, rasanya kayak ngambang di lautan tanpa pelampung, ya. Jangan-jangan, ada kebiasaan-kebiasaan kecil yang justru bikin HRD auto-skip lamaran kamu. Eits, bukan berarti kamu nggak kompeten atau kurang pintar, tapi mungkin ada beberapa hal teknis atau etika yang terlewatkan dan luput dari perhatianmu. Yuk, kita bedah satu per satu kebiasaan pelamar kerja yang sering jadi 'red flag' buat HRD. Siapin catatan, karena ini penting banget buat perjalanan karier kamu agar lebih mulus!
1. CV dan Surat Lamaran yang Ala Kadarnya alias Nggak Niat
Ini dia gerbang pertama yang harus kamu taklukkan. CV (Curriculum Vitae) dan surat lamaran itu kayak kartu identitas sekaligus 'iklan' diri kamu. Kalau dibikin ala kadarnya, ya jangan kaget kalau HRD langsung geser ke lamaran lain tanpa melihat lebih jauh potensi yang ada di diri kamu. Anggap ini sebagai etalase tokomu, kalau etalasenya berantakan, pembeli juga ogah mampir kan?
a. Typo dan Kesalahan Tata Bahasa Bertebaran
Serius deh, salah ketik atau salah gramatika itu fatal banget. Sekecil apapun kesalahan, bisa nunjukkin kalau kamu kurang teliti dan nggak profesional. HRD itu baca puluhan, bahkan ratusan CV setiap hari. Kalau ketemu typo, mereka bisa mikir, "ini orang buat lamaran aja nggak teliti, gimana nanti kalau kerjaan yang butuh ketelitian tinggi?" Jadi, selalu cek ulang berkali-kali sebelum kirim. Manfaatkan fitur pengecekan ejaan di aplikasi pengolah kata, atau yang lebih ampuh lagi, minta teman atau keluarga buat bacain. Mata kedua biasanya lebih jeli menemukan kesalahan yang terlewat oleh matamu sendiri.
b. CV "Sejuta Umat" alias Nggak Spesifik
Punya satu CV template yang kamu kirim ke semua lowongan, tanpa perubahan sedikit pun? Stop! Ini kesalahan klasik yang sering banget dilakukan. Setiap lowongan itu punya kualifikasi dan deskripsi pekerjaan yang berbeda-beda. Kamu harus menyesuaikan CV dan surat lamaran dengan posisi yang kamu lamar. Baca baik-baik kualifikasi yang dicari, lalu highlight skill dan pengalamanmu yang paling relevan dengan posisi tersebut. Ibaratnya, jangan jual gorengan ke orang yang nyari sushi; kamu harus menawarkan apa yang mereka butuhkan.
c. Desain CV yang Nggak Profesional atau Terlalu Lebay
Oke, kreatif itu penting, tapi ada batasnya. Desain CV yang terlalu ramai, warna-warni ngejreng, atau penggunaan font yang susah dibaca justru bikin HRD pusing dan cepat lelah. Pilihlah desain yang bersih, rapi, dan mudah dibaca. Prioritaskan informasi penting agar langsung terlihat dan nggak perlu usaha keras untuk membacanya. Kalau kamu ngincer posisi kreatif, mungkin bisa sedikit lebih eksploratif, tapi tetap jaga kesan profesionalismenya ya. Ingat, fokusnya adalah kemudahan HRD dalam menyerap informasi penting tentang kamu.
d. Informasinya Nggak Relevan atau Terlalu Panjang Lebar
HRD itu punya waktu terbatas. Mereka nggak akan baca semua riwayat hidup kamu dari TK sampai sekarang, atau semua kegiatan ekskul yang nggak ada hubungannya dengan pekerjaan. Fokus pada pengalaman dan skill yang relevan dengan posisi yang kamu lamar. Usahakan CV maksimal 2 halaman untuk fresh graduate, atau 3 halaman kalau kamu udah punya banyak pengalaman kerja yang memang perlu dijabarkan. Jaga biar tetap padat, informatif, dan to the point. Kualitas lebih penting daripada kuantitas.
e. Nggak Optimal untuk ATS (Applicant Tracking System)
Banyak perusahaan besar sekarang pakai ATS buat screening awal. Ini adalah software yang otomatis menyaring CV berdasarkan kata kunci. Kalau CV kamu nggak dioptimalkan, bisa-bisa langsung kesaring sebelum sampai ke tangan HRD manusia. Caranya? Gunakan kata kunci yang relevan dengan deskripsi pekerjaan yang ada di iklan lowongan. Hindari penggunaan grafik, ikon, atau tabel yang rumit, karena ATS kadang nggak bisa membacanya dengan baik. Format CV yang sederhana dan jelas (misal: PDF) biasanya lebih aman dan ramah ATS.
f. Tidak Mencantumkan Portofolio (untuk Bidang Kreatif)
Buat kamu yang bergerak di bidang kreatif seperti desainer grafis, penulis konten, fotografer, atau web developer, portofolio adalah 'senjata' utama. Nggak mencantumkan link portofolio yang mudah diakses bisa bikin kamu kehilangan kesempatan. HRD butuh bukti konkret dari skill kamu. Pastikan link portofolio jelas, aktif, dan berisi karya terbaikmu yang relevan dengan posisi yang dilamar. Buat yang lain, kalau ada proyek pribadi atau studi kasus yang relevan, jangan ragu untuk menunjukkannya.
2. Kelakuan Saat Mengirim Lamaran: Dari Nggak Baca Instruksi sampai Spam
Proses pengiriman lamaran itu sendiri juga bisa jadi 'ujian' lho. HRD pengen lihat seberapa teliti dan patuh kamu sama instruksi. Ini menunjukkan profesionalisme awalmu.
a. Mengabaikan Instruksi Pengiriman
Ini nih yang sering banget terjadi dan langsung jadi blunder. Misalnya, lowongan minta subjek email tertentu, tapi kamu malah pakai subjek "Lamaran Kerja" doang. Atau diminta kirim file PDF, malah kirim DOCX. Atau bahkan ada yang minta portofolio, tapi kamu cuma kirim CV. Baca baik-baik setiap detail instruksi yang diberikan oleh perusahaan. HRD bisa mikir, "kalau instruksi sederhana aja nggak bisa diikuti, gimana nanti kalau kerjaan yang lebih kompleks atau deadline yang ketat?" Ini menunjukkan kurangnya perhatian terhadap detail.
b. Apply Posisi yang Nggak Sesuai sama Sekali
Punya background desain grafis tapi apply jadi akuntan? Atau fresh graduate tapi maksa apply posisi manajer? Ada dua kemungkinan di mata HRD: kamu nggak paham sama diri sendiri dan arah kariermu, atau kamu asal apply ke semua lowongan tanpa seleksi. Keduanya sama-sama buang-buang waktu HRD dan juga waktu kamu sendiri. Fokus pada posisi yang memang sesuai dengan kualifikasi, pengalaman, dan minatmu. Lebih baik apply sedikit tapi tepat sasaran, daripada banyak tapi melenceng.
c. Ngirim Email Spam atau Follow-up Berlebihan
Habis kirim lamaran, terus selang beberapa jam langsung email lagi nanya status lamaran? Atau bahkan telepon HRD tanpa jadwal? Wah, ini bisa bikin HRD ilfeel dan merasa terganggu. Wajar sih kalau kamu excited dan penasaran, tapi ada etika dan waktu tunggunya. Beri waktu minimal 1-2 minggu setelah mengirim lamaran sebelum melakukan follow-up. Dan lakukan follow-up satu kali saja, nggak perlu berulang-ulang sampai HRD merasa diteror. Kesabaran juga bagian dari profesionalisme.
d. Alamat Email yang Nggak Profesional
Alamat email kamu masih "anakgaul_99@email.com" atau "cutecatlover@email.com"? Saatnya bikin yang baru! Gunakan nama lengkapmu atau kombinasi nama yang terlihat profesional (misalnya: namalengkap.profesi@email.com). Kesan pertama itu penting, dan alamat email adalah salah satu bagian dari kesan pertama itu yang seringkali luput. Pastikan juga email yang kamu pakai aktif dan sering kamu cek.
3. Jejak Digitalmu: Antara Pencitraan atau Bumerang?
Di era digital ini, jejak digital itu ibarat KTP kedua kamu. HRD zaman sekarang nggak cuma lihat CV, tapi juga ngintip media sosial kamu. Apa yang kamu tampilkan di dunia maya bisa jadi penentu.
a. Media Sosial yang Penuh Konten Nggak Profesional
Percaya deh, HRD itu sering banget stalking akun media sosial calon karyawan. Kalau akunmu penuh sama postingan yang kasar, berbau SARA (Suku, Agama, Ras, Antargolongan), mengeluh terus-terusan tentang pekerjaan lama atau atasan sebelumnya, atau postingan pesta-pesta yang kelewat batas, ini bisa jadi bumerang yang sangat merugikan. Mulai sekarang, rapikan akun media sosialmu. Pastikan apa yang kamu posting mencerminkan pribadi yang positif, bertanggung jawab, dan profesional. Kalau perlu, kunci akun pribadi yang terlalu santai atau hanya berisi curhatan, dan buat akun profesional terpisah untuk menampilkan karya atau pemikiran positif.
b. Informasi yang Nggak Konsisten
CV bilang kamu lulusan A, tapi di LinkedIn atau Facebook bilang lulusan B? Atau pengalaman kerja di CV sekian tahun, tapi di profil online lain beda? Ini bahaya. Pastikan semua informasi tentang pendidikan, pengalaman kerja, atau skill di semua platform digitalmu konsisten dan akurat. Ketidakkonsistenan bisa bikin HRD ragu dan menganggap kamu kurang jujur atau ceroboh, dan itu bukan kesan yang baik.
c. Nggak Punya Profil Profesional (LinkedIn)
LinkedIn itu wajib hukumnya buat kamu yang lagi cari kerja atau pengen bangun koneksi profesional. Ini kayak CV online kamu yang bisa diakses banyak orang dari berbagai perusahaan. Kalau kamu nggak punya LinkedIn atau profilnya kosong melompong, HRD bisa jadi bertanya-tanya, "ini anak melek teknologi nggak sih? Bagaimana dia membangun personal branding-nya?" Manfaatkan LinkedIn buat menampilkan portofolio, skill, pengalaman, dan koneksi profesionalmu. Aktif di LinkedIn juga menunjukkan inisiatif dan keinginan untuk terus belajar serta terhubung dengan industri.
4. Sikap dan Mental Saat Proses Seleksi: Jangan Bikin HRD Geleng-geleng
Meski lamaranmu udah lolos screening awal, sikap dan mentalmu saat proses seleksi selanjutnya juga krusial. Ini adalah momen untuk menunjukkan kepribadian dan potensi terbaikmu.
a. Nggak Riset tentang Perusahaan atau Posisi
Dipanggil interview tapi kamu nggak tahu apa-apa tentang perusahaan atau bahkan posisi yang kamu lamar? Ini fatal banget. HRD bisa langsung mikir kamu nggak serius dan nggak antusias untuk bergabung. Lakukan riset mendalam tentang visi misi perusahaan, produk/layanannya, budaya kerjanya, nilai-nilai yang mereka anut, dan tentunya detail posisi yang kamu incar. Ini nunjukkin kamu proaktif, punya inisiatif, dan benar-benar tertarik dengan kesempatan ini, bukan cuma sekadar coba-coba.
b. Terlambat atau Nggak Hadir Tanpa Kabar
Ini masalah etika dasar yang nggak bisa ditawar. Kalau kamu dijadwalkan interview dan kamu telat tanpa pemberitahuan sama sekali, atau bahkan nggak datang sama sekali, ini langsung coret nama kamu dari daftar calon karyawan. Ini menunjukkan kurangnya komitmen dan rasa hormat terhadap waktu orang lain. Kalaupun ada kendala yang tidak bisa dihindari, segera kabari HRD secepatnya dengan alasan yang jelas dan permintaan maaf yang tulus. Hargai waktu orang lain, maka waktu kamu juga akan dihargai.
c. Terlalu Pasif atau Malah Terlalu Agresif Saat Interview
Saat interview, jangan cuma jawab "iya" atau "nggak" dengan singkat. Tunjukkan antusiasme dan berikan jawaban yang komprehensif, didukung contoh jika memungkinkan. Tapi juga jangan terlalu agresif mendominasi pembicaraan atau memotong HRD. Temukan keseimbangan antara mendengarkan dengan seksama dan menyampaikan ide serta pengalamanmu dengan jelas. Body language juga penting; kontak mata, senyum, dan postur yang baik akan menambah nilai positif.
d. Nggak Punya Pertanyaan atau Pertanyaan yang Nggak Bermutu
"Ada pertanyaan?" itu adalah momen emas buat kamu nunjukkin ketertarikan, pemahaman, dan pemikiran kritismu. Kalau kamu bilang "nggak ada", HRD bisa mikir kamu nggak cukup peduli atau nggak punya rasa ingin tahu. Siapkan minimal 2-3 pertanyaan yang cerdas dan relevan yang menunjukkan kamu udah riset dan penasaran tentang peran atau budaya kerja. Hindari pertanyaan yang jawabannya bisa kamu cari di website perusahaan, atau pertanyaan tentang gaji di awal-awal (biasanya ada sesi khusus untuk itu di tahap selanjutnya).
e. Terlalu Fokus pada Gaji dan Benefit di Awal Proses
Wajar kalau kamu pengen tahu soal gaji dan benefit. Tapi, menjadikan itu sebagai fokus utama di tahap awal interview bisa jadi 'red flag'. HRD ingin tahu apa yang bisa kamu kontribusikan untuk perusahaan, bukan cuma apa yang bisa perusahaan berikan padamu. Tunjukkan value yang kamu bawa terlebih dahulu. Biasanya, diskusi tentang gaji dan benefit akan datang di tahap akhir proses rekrutmen atau setelah tawaran kerja diberikan. Kalaupun ditanya ekspektasi gaji, sampaikan dengan riset dan fleksibilitas.
Intinya, Jangan Cuma Kirim Lalu Berharap
Mencari pekerjaan itu bukan cuma soal kirim lamaran sebanyak-banyaknya lalu berharap ada yang nyangkut. Ini adalah proses strategis yang membutuhkan persiapan matang, perhatian terhadap detail, dan sikap yang profesional. Setiap langkah, mulai dari bikin CV sampai interview, adalah kesempatan buat kamu untuk menunjukkan siapa dirimu dan apa yang bisa kamu tawarkan kepada calon perusahaan.
Dengan menghindari kebiasaan-kebiasaan di atas, kamu nggak cuma meningkatkan peluang dipanggil interview, tapi juga membangun citra diri yang profesional dan layak dipertimbangkan. Ingat, persaingan di dunia kerja itu ketat banget, apalagi di zaman sekarang. Jadi, bikin dirimu menonjol dengan cara yang positif dan profesional. Semoga tips ini membantu kamu dalam perjalanan mencari karier impian ya! Semangat!
0 Komentar